Senin, 26 September 2011

KEMBALIKAN PENDIDIKAN PANCASILA



BAB. I
PENDAHULUAN

Saat ini dunia pendidikan sedang mengalami kegamangan. Hal itu terlihat dari pencanangan pemerintah tentang upaya memaknai betapa pentingnya pendidikan sebagai wajah bagi pembentukan karakter sebuah bangsa.  Masih hangat diingatan kita pada 2 Mei lalu, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Jika ditelaah, peringatan Hardiknas tahun ini begitu sarat pesan secara kontekstual termasuk keprihatinan yang mendalam.
Rakyat Indonesia memiliki keprihatinan  yang mendalam terhadap potret buram pendidikan di Indonesia. Masih banyak anak bangsa yang buta huruf dan tidak mengenyam pendidikan. Persoalan kekerasan, radikalisme dan pemahaman ideologi oleh sebagian masyarakat di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara adalah catatan krusial yang mestinya menjadi pelajaran penting bagi bangsa ini. Maraknya kasus terorisme dan kasus-kasus pemahaman yang cenderung memarjinalkan ideologi Pancasila adalah akibat dari potret buram masalah pendidikan.
Dalam era roformasi, upaya peminggiran Pancasila dalam kehidupan masyarakat semakin terasa. Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional justru meniadakan pelajaran Pancasila yang menyebabkan minimnya pemahaman tentang Pancasila. Mereka bukan hanya gagal memahami nilai-nilai Pancasila, tetapi juga gagap ketika harus menyebutkan urutan sila demi sila dari dasar negara kita. Kenyataan itu merupakan ancaman serius bagi upaya memperkuat keberadaan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semua elemen pendidikan harus menyadari bahwa cetak biru pendidikan karakter suatu bangsa adalah ketika secara kontekstual dan sesuai dengan paradigma strata pendidikan mampu menemukenali konsep dan strategi pendidikan karakter bangsa sebagai kurikulum mutlak yang menjadi dasar fundamental bagi setiap kelulusan siswanya. Mengingat fungsi Pancasila yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka perlu ada pendidikan Pancasila bagi setiap warga negara.
Ada tiga alasan pentingnya pendidikan Pancasila. Pertama, adanya nilai ketuhanan dalam Pancasila. Kedua, adanya ajaran untuk mengedepankan toleransi dan menyelesaikan setiap permasalahan dengan cara mufakat. Ketiga, adanya ajaran untuk bisa berbuat adil.
Pendidikan Pancasila perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional, agar Pancasila bisa dimaknai secara mendalam oleh anak didik maupun masyarakat luas. Dengan demikian, nilai kebangsaan dan pembentukan karakter suatu bangsa  dapat tercipta dengan sebenar-benarnya.



BAB. II
PEMBAHASAN

Berangkat dari fakta bahwa euforia reformasi membawa dampak dalam berbagai aspek kehidupan nasional, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan tak luput dari itu juga apresiasi masyarakat atas nilai-nilai filosofis dan ideologis. Idealnya, reformasi diarahkan pada hal-hal yang substansial menuju terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Namun dalam realitasnya, reformasi seringkali dimaknai sebagai perubahan semata-mata. Akibatnya, segala sesuatu yang ada pada masa lalu serta merta dianggap sebagai sesuatu yang usang dan harus diganti dengan yang baru.
Di tengah upaya membangun generasi terbaik (khaira ummah), kejadian tersebut menunjukkan fakta bahwa menggarap pembentukan karakter bukanlah pekerjaan yang gampang. Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan hidup bangsa, dihapuskannya penataran P4, juga banyak yang menangkap dengan pemahaman bahwa nilai-nilai Pancasila tidak perlu lagi untuk disebarluaskan pada masyarakat. Maka ketika kita berbicara tentang nilai-nilai Pancasila, ideologi Pancasila, Pendidikan Pancasila dan semacamnya, dianggap membahas sesuatu yang telah usang, sesuatu yang tidak sejalan dengan tuntutan reformasi.
Pemahaman demikian jelas keliru dan perlu diluruskan, sebab bangsa Indonesia telah sepakat mendirikan negara ini atas dasar Pancasila, maka menjadi suatu konsekuensi yang logis dan imperatif bahwa nilai-nilai Pancasila harus dimengerti, dihayati, dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga dalam penyelenggaraan negara, penyusunan segala macam peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah harus didasarkan pada Pancasila. Khususnya di bidang pendidikan, di era reformasi telah ditetapkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggantikan UU No. 2 Tahun 1989. Salah satu hal yang sering menimbulkan pertanyaan terkait dengan UU tersebut adalah tidak dituangkannya Pendidikan Pancasila secara eksplisit sebagai mata pelajaran atau matakuliah dalam kurikulum. Lalu, di manakah posisi Pendidikan Pancasila dalam sistem pendidikan nasional kita.
Padahal UU Sisdiknas mengatakan dalam Pasal 2 "Pendidikan Nasional berlandaskan Pancasila dan UUD 1945". Sedangkan Pasal 3 "Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Terlihat dengan jelas bahwa pembinaan kepribadian bangsa menjadi landasan utama sistem pendidikan nasional yang sarat dengan muatan nilai-nilai. Pertanyaannya, bagaimana mungkin murid dan mahasiswa dalam kerangka kependidikan nasional dibiarkan tidak mengetahui, lebih-lebih memahami ni-lai-nilai ideologi Pancasila itu.
Dalam kondisi seperti itulah dirasakan perlunya penyegaran kembali dalam ingatan dan kesadaran kita akan pentingnya Pendidikan Pancasila sebagai wahana pembinaan kepribadian bangsa. Melalui forum-forum resmi yang melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan upaya pembinaan kepribadian Pancasila baik dari kalangan lembaga pendidikan, birokrasi, media massa, agamawan dan sebagainya diharapkan terbangun pemikiran yang sinergis bagi terwujudnya kepribadian Pancasila.
Terasa ironis, ketika begitu banyak orang memenuhi rumah-rumah ibadat, dan ada yang pernah mengikuti penataran P4, bersamaan dengan itu begitu banyak pula pelaku kemungkaran dan kejahatan dalam masyarakat. Akar dari ironi yang menampakkan ambivalensi dan hipokrisi ini harus ditemukan untuk dijadikan dasar bagi langkah berikutnya yang lebih baik.
Pelajar dan mahasiswa sebagai bagian dari komunitas terdidik, memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjadikan dirinya manusia dewasa berkepribadian mulia. Ciri pribadi dewasa di antaranya adalah kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan secara bijak, mengedepankan akal daripada otot, membangun empati, memperkuat humanisme dan rasa persaudaraan sesama. Pada titik ini, agama mempunyai kekuatan dalam membangun harkat dan martabat manusia dan masyarakat.
Tuhan telah memberikan kepada manusia dua sifat, yaitu sifat baik (hasanah) dan sifat jelek (sayyi'ah). Kedua sifat ini selalu melekat pada diri manusia. Namun, sifat yang bertolak belakang secara diametral tersebut, masih sangat ditentukan oleh eksistensi hati (kalbu), sebagai potensi (al-quwwah) yang menentukan pilihan dan tindakan manusia. Karenanya, kita harus senantiasa berusaha menjaga kebersihan hati. Kesalehan individual semestinya mewujud menjadi kesalehan sosial. Sosok seperti itulah, yang diperlukan bangsa Indonesia untuk membebaskan dirinya dari keterpurukan dan berbagai jeratan immoralitas, serta kemudian mendorong bangsa.
Saat ini, kita berada dalam situasi gejala krisis kemanusiaan global, yang sejak paruhan kedua abad keduapuluh bersifat akumulatif dalam bentuk krisis multidimensional di bidang ekonomi, sosial, politik, hukum dan moralitas. Karenanya, menurut Din Syamsudin (2003), perbaikannya harus bersifat akumulatif menuju paradigma dunia baru melalui pembangunan sehat berkelanjutan.
Dalam konteks ini, mata pelajaran atau matakuliah yang menggarap aspek kepribadian seperti pendidikan agama dan pendidikan Pancasila dapat difungsikan sebagai medium untuk membangun manusia sehat. Sehat jasmani, rohani dan sosial. Pada gilirannya, dengan kekuatan kolektif membangun lingkungan hidup kemanusiaan yang sehat pula. Bermuara pada terwujudnya peradaban nilai yang sehat, dan menggantikan peradaban materi yang menggejala.
Agama antara lain berfungsi sebagai sumber motivasi, inspirasi, dan evaluasi kehidupan. Dalam hal ini agama membawa misi profetik, konstruktif dan korektif terhadap kehidupan. Keberagamaan yang diperlukan saat ini -sebagai ekspresi sila pertama Pancasila - adalah yang bersifat etikal yang melahirkan kesalehan sosial. Bukan keberagamaan yang bersifat ritualistik belaka, yang hanya melahirkan kesalehan individual. Melainkan dapat melahirkan insan-insan mulia yang menebarkan kebaikan bagi orang-orang lain dan bukan sebaliknya, menjadi ancaman bagi sekitarnya. Buah dari keberagamaan yang benar, mengejawantah antara lain dalam orientasi kepada kualitas kerja dan kinerja, disiplin, unggul, jujur, dan komitmen pada keselamatan bersama baik masyarakat maupun negara. Dalam ungkapan terbalik, tidak mau merugikan orang lain, masyarakat dan negara. Pada sisi yang lain, kebijakan peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME, perlu diarahkan kepada pembentukan akhlak, iman, takwa dan akhlak mulia harus terjadi dalam interelasi integral. pendidikan perlu berorientasi pada pendidikan nilai (value education). Yakni pendidikan yang tidak hanya mengembangkan iptek melainkan juga nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Metode pembelajaran pendidikan Pancasila dan pendidikan agama, perlu diubah dari praktik selama ini yang berkutat pada domain kognitif, kepada penanaman dan pembentukan watak melalui pengembangan domain afektif peserta didik. Pendidikan Pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan secara simultan diharapkan dapat memancing tumbuhnya kesadaran akan semangat persaudaraan, spirit humanitas dan kedewasaan diri serta kesucian hati (kalbu) harus mengemuka dalam menghadapi setiap persoalan yang menghadang.
Secara instruksional tujuan pendidikan pancasila Sesuai surat keputusan DIKTI No. 265/DIKTI/Kep/2000, Pendidikan Pancasila di Perguruan tinggi bertujuan agar mahasiswa :
a. Dapat memahami dan mampu melaksanakan jiwa Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupannya sebagai warganegara Republik Indonesia.
b. Menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan penerapan pemikiran yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
c. Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai nilai dan norma Pancasila, sehingga mampu menanggapi perubahan yang terjadi dalam rangka keterpaduan Iptek dan pembangunan.
d. Membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan dengan menerapkan strategi heuristik terhadap nilai nilai Pancasila.
Salah satu metode ampuh untuk menjaga kesucian hati adalah dengan taubat. Secara bahasa, taubat berakar dari kata taaba yang berarti kembali. Artinya, kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifat terpuji, kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari maksiat menuju taat, kembali dari segala yang dibenci Allah menuju yang diridhai-Nya, kembali dari yang saling bermusuhan menuju persaudaraan, dan seterusnya.
Upaya mengatasi krisis kemanusiaan dan membangun kembali persaudaraan di antara kita, menjadi salah satu agenda penting ke depan. Pada skala yang lebih besar, konflik di Maluku, Mamasa, Aceh, Papua dan gesekan-gesekan lainnya antarsaudara se-bangsa dan se-tanah air, sudah saatnya diakhiri.  Masih banyak pekerjaan yang lebih penting, menunggu untuk diselesaikan. Tentu dengan senantiasa berharap pertolongan dari Tuhan yang maha perkasa. Bersama kita bisa, tetapi, tanpa bantuanNya, mustahil kita berhasil.




BAB. III
KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa untuk mengatasi krisis nilai kebangsaan, krisis nilai pembangunan karakter bangsa Indonesia dan krisis kemanusiaan yang dalam kurun waktu belakangan ini hanya ada satu cara yaitu mengembalikan posisi pendidikan Pancasila dengan dibarengi nilai-nilai agama sebagai sandaran utama kehidupan manusia. Kekeliruan kita selama ini harus segera dihentikan di sekolah-sekolah apalagi di universitas mata kuliah Pendidikan Pancasila harus dijadikan mata kuliah wajib bagi mahasiswa agar sejarah yang mengandung makna keluhuran tidak luntur dengan perkembangan zaman yang semakin gila ini.Sudah seharusnya dan sesegera mungkin nilai-nilai keluhuran Pancasila harus dikembalikan.

1 komentar:

  1. How to make money using bitcoin in the UK - Work Mamake Money
    How to หาเงินออนไลน์ make money using 1xbet bitcoin in the UK In my experience, it is a good idea to do cryptocurrency sports betting with febcasino the

    BalasHapus